Selasa, 15 Februari 2011

NIKAH


BAB I
MEMINANG
 
Meminang artinya menunjukan (menyatakan) permintaan untuk perjodohan dari seorang laki-laki pada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercaya.
Hukum melihat orang yang akan di pinang.
Sebagian ‘Ulama mengatakan bahwa melihat perempuan yang akn dipinang itu harus (boleh) saja.
Dan ada pula setengah ‘Ulama yang berpendapat bahwa melihat perempuan untuk meminang itu hukumnya sunah. 

BAB II
NIKAH

Nikah adalah ‘Aqad yang yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan perempuan yang keduanya bukan muhrim.
Hukum Nikah
Hukum nikah ada lima :
1.      Jaiz (diperbolehkan) ini asal hukumnya.
2.      Sunah bagi orang yang berkehendak serta cukup belanjanya (nafkah dan yang lainnya)
3.      Wajib atas orang yang cukup mempunyai belanja dan dia takut akan godaan kepada berzina.
4.      Makruh, terhadap orang yang tidak mampu member nafkah.
5.      Haram, kepada orang yang berniat menyakiti atas perempuan yang di kawinnya.
Rukun Nikah
Rukun nikah ada tiga :
1.      Sighat (Aqad).
2.      Wali (Wali si perempuan)
3.      Dua Orang Saksi

BAB III
WALI
 
Susunan Wali :
1.      Bapaknya
2.      Datuknya
3.      Saudara laki-laki seibu dan sebapak
4.      Saudara laki-laki yang sebapak
5.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu dan sebapak
6.       Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja
7.      Saudara bapak yang laki-laki
8.      Anak laki-laki dari paman phak bapak
9.      Hakim

Syarat Wali dan Saksi
1.      Islam
2.      Baligh
3.      Berakal
4.      Merdeka
5.      Laki-laki
6.      Adil

BAB IV
SAKSI

Saksi adalah merupakan hal yang harus ada di dalam pernikahan karena Saksi tercantum di dalam rukun nikah
Bagi Saksi minimalnya adalah du orang.
Syarat Wali dan Saksi
1.      Islam
2.      Baligh
3.      Berakal
4.      Merdeka
5.      Laki-laki
6.      Adil

BAB V
KAFA’AH

Kafa’ah menurut bahasa adalah Kesederajatan /sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur).
Menurut istilah adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan.
Yaitu hendaklah seorang laki-laki (calon suami) itu setara derajatnya dengan wanita yang akan menjadi istrinya dalam beberapa hal.
1.      Kafa’ah Menurut Mazhab Syafi’i
a.       Kebangsaan
b.      Keagamaan
c.       Kemerdekaan
d.      Mata pencaharian
2.      Kafa’ah Menurut Mazhab Hambali
Mazhab Hambali memiliki pendapat yang sama dengan mazhab Syafi’i, hanya ada tambahan satu perkara, yaitu tentang kekayaan. Menurut Imam Hambali, laki-laki miskin tidak sederajat dengan perempuan yang kaya.
3.      Kafa’ah Menurut Mazhab Hanafi
a.       Keislaman dan kemerdekaan
b.      Keagamaan
4.      Kafa’ah menurut mazhab Maliki
a.       Keagamaan
b.      keterbebasan dari cacat

BAB VI
MUHRIM
 
Muhrim seorang artinya orang yang tidak halal di nikahi.
Banyaknya ada 14, diantaranya adalah :
1.      Ibu dan Nenek
2.      Anak dan cucu
3.      Saudara seibu dan sebapak atau sebapak atau seibu saja.
4.      Saudara perempuan dari ibu
5.      Saudara perempuan dari bapak
6.      Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya
7.      Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya
Dua orang dari sebab menyusu :
1.      Ibu dan bapak tempat menyusu
2.      Saudara perempuan yang sepersusuan
Empat orang sebab perkawinan :
1.      Ibu dari isteri (mertua)
2.      Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya
3.      Isteri dari anak menantu
4.      Isteri bapak.

BAB VII
MAHAR

Diwajibkan atas suami dengan sebab nikah, member suatu pemberian kepada si isteri, baik pemberian berupa barang (harta benda).
Banyaknya maskawin itu tidak dibatasi  oleh syari’at islam, hanya menurut kekuatan suami beserta kerendahan isteri.seorang yang menceraikan isterinya sebelum campur, wajib membayar mahar ½ mahar, jika jumlah mahar itu telah di tetapkan banyaknya oleh suami atau hakim.

BAB VIII
WALIMATUL ‘URS

Orang yang nikah hendaklah mengadakan perayaan sekedar kuasanya. Hukumperayaan mempelai, sebagian ulama mengatakan wajib, dan yang lain mengatakan hanya sunat saja.
Kata Nabi Besar Saw. Kepada Abd. Rahman bin ‘Auf sewaktu dia nikah : “adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong kambing”. (Bukhari&Muslim)
Adapun mengabulkan undangan perayaan adalah hukumnya wajib bagi orang yang tidak berhalangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar